RADAR BLAMBANGAN.COM, | Sejumlah korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022 mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Malang.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) Imam Hidayat, SH., MH., di Kota Malang, Rabu (21/12/22), mengatakan bahwa gugatan perdata yang dilayangkan tersebut tujuh orang dari keluarga korban peristiwa Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan ratusan Aremania luka-luka.
“Meskipun nyawa tidak sebanding dengan rupiah, tapi kami berusaha untuk kepentingan korban dengan mengajukan gugatan 1365 KUHPerdata perbuatan melawan hukum kepada pihak-pihak yang harus bertanggung jawab,” Pungkas Imam Hidayat.

Dalam gugatan tersebut, ada delapan pihak tergugat, yakni Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Dewan Pengawas PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), Panitia Penyelenggara Arema FC, dan Security Officer BRI Liga 1 2022-2023.
Kemudian, PT Indosiar Visual Mandiri, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu, ada pihak turut tergugat yakni Presiden Republik Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Keuangan dan Pemerintah Kabupaten Malang.
Anggota Tatak Haris Azhar (mantan ketua Kontras) menambahkan dalam pihak turut tergugat, yakni Presiden Republik Indonesia bukan terkait dengan tuntutan ganti rugi melainkan menuntut agar Stadion Kanjuruhan tidak dilakukan pembongkaran.
Haris menjelaskan dalam gugatan tersebut, pihak penggugat mengajukan ganti rugi kepada pihak tergugat senilai Rp62 miliar. Angka tersebut terbagi dalam kerugian materiil senilai Rp9,02 miliar dan imateriil senilai Rp53 miliar.
“Jadi seperti di sini ada tuntutan Presiden Republik Indonesia, tuntutan ganti rugi tidak akan ke situ (Presiden). Tapi kami menuntut supaya stadion tidak dibongkar. Jadi dalam gugatan ini tidak semata-mata meminta Rp62 miliar,” ujarnya.
Secara umum gugatan tersebut dilakukan melalui dalil perbuatan melawan hukum. Sejumlah korban tragedi Kanjuruhan melalui kuasa hukumnya dari Tim TATAK tersebut meminta pertanggungjawaban kepada delapan pihak tergugat.
“Misalnya pertanggungjawaban korporasi, lalu dari sisi keperdataan yang lain, kemudian dari sisi administrasi, dan sisi perlindungan konsumen. Ini semua adalah hal-hal yang kami dalilkan,” katanya.
Pada 1 Oktober 2022 terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan, sesaat setelah pemain Persebaya keluar dari lapangan Kanjuruhan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar di mana sejumlah “flare” dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya dengan menembakkan gas air mata kearah Aremania yang masuk kelapangan maupun mereka yang masih di tribun.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia dan ratusan aremania luka berat akibat panik kena semprotan gas airmata, patah tulang, trauma di kepala, leher, dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan ada ratusan orang yang juga mengalami luka ringan.
Sahut Ach. Hussairi, SH (selaku Sekretaris TATAK) “Karena dia (Presiden Jokowi) yang memerintahkan terkait stadion dibongkar, jangan sampai pembongkaran stadion kanjuruhan ini sebagai Obstruction Of Justice, kita meminta supaya rencana pembongkaran itu ditunda, stadion ini biar jadi tempat memorial atau tempat museum,” katanya.
“Jadi di dalam gugatan ini bukan semata-mata kami minta ganti rugi sebesar Rp 62 miliar, tapi juga ada tuntutan soal hal yang patut dilakukan dan hal yang tidak patut dilakukan, tanpa ada kaitan dengan soal angka atau rupiah,” pungkas Hussairi.
Sumber Berita : Husaerj
Pewarta : Ratri