RADAR BLAMBANGAN.COM, | DENPASAR, – Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Cahyo R. Muzhar memimpin Senior Law Officials’ Meeting Working group on ASEAN Extradition Treaty (the 9th ASLOM WG on AET). Perundingan AET ini melanjutkan pembahasan Negotiating Draft Text of AET sebagai kerangka hukum kerja sama di Kawasan ASEAN untuk saling menyerahkan pelaku tindak pidana yang melarikan diri.
Cahyo mengatakan Perjanjian Ekstradisi antara Negara-Negara ASEAN akan melengkapi dasar hukum kerangka kerja sama penegakan hukum lintas negara antara Negara-Negara ASEAN, yaitu Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) yang didasari oleh Perjanjian MLA pada regional ASEAN (ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty).
“Banyak perbedaan sistem hukum antarnegara ASEAN terkait ekstradisi yang perlu dijembatani bersama untuk meningkatkan kerja sama regional dalam masalah kriminal, untuk menciptakan kawasan ASEAN yang lebih aman,” kata Cahyo saat membuka pertemuan the 9th ASLOM WG on AET, Rabu (01/05/24).
Selain itu, Perjanjian Ekstradisi antara Negara-Negara ASEAN dinilai membuka peluang lebih besar bagi para aparat penegak hukum Indonesia yang di dukung Kementerian/Lembaga lain yang terlibat menjadi Delegasi Indonesia seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk memulangkan para pelaku tindak pidana transnasional yang melarikan diri ke wilayah Negara-Negara ASEAN untuk selanjutnya menjalani proses pemidanaan dan melaksanakan putusan pidana di Indonesia.
“Melalui Perjanjian MLA regional ASEAN keberadaan pelaku dapat diketahui dan aset hasil tindak pidana transnasional yang terorganisir yang dilarikan ke Negara-Negara ASEAN dapat diupayakan perampasannya, dan dengan adanya Perjanjian Ekstradisi antara Negara-Negara ASEAN tersangkanya dapat diekstradisikan ke Indonesia untuk menghadapi proses hukum di Indonesia. Contoh, kejahatan online scam yang saat ini sedang marak di Kawasan ASEAN,” ucapnya.
Dia menambahkan, Perjanjian Ekstradisi antara Negara-Negara ASEAN ini akan semakin membatasi ruang gerak para pelaku tindak pidana transnasional yang terorganisir, sekaligus meningkatkan kepastian hukum di Indonesia khususnya dalam hal agar pelaku kejahatan sebagaimana dimaksud dapat menjalankan putusan pidana penjara dari pengadilan Indonesia.
“Sebagai Chair, saya mengajak Negara-Negara ASEAN untuk dapat segera menyelesaikan pembahasan draf AET dan mengambil langkah-langkah yang fleksibel sehingga dapat disepakati tanpa melalui diskusi dan perdebatan yang panjang oleh seluruh Negara-Negara ASEAN mengingat mandat yang diberikan kepada ASLOM adalah agar Negara-Negara ASEAN dapat menyelesaikan draf AET tahun ini sebelum pertemuan ASLOM ke-32 di Singapura pada kuartal ketiga tahun 2024,” tambahnya.
Cahyo berharap perjanjian ekstradisi antara Negara-Negara ASEAN dapat memudahkan mekanisme pemulangan para pelaku tindak pidana transnasional yang terorganisir yang selama ini sulit dilakukan tanpa perjanjian dikarenakan terdapat beberapa Negara-Negara ASEAN yang mewajibkan perjanjian bilateral sebagai dasar mekanisme ekstradisi.
“Pemulangan para pelaku tindak pidana transnasional yang terorganisir ke Indonesia notabene juga akan memudahkan proses hukum di Indonesia untuk menyita dan merampas aset hasil tindak pidana yang ditempatkan di luar negeri,” pungkasnya. (Hms/ Echa)
Kelanjutan Perundingan ASEAN Extradition Treaty Dipimpin Indonesia di Bali
Leave a comment
Leave a comment