Advertisement

NASIONALISME “HARAP HARAP CEMAS” DITENGAH MARAK KORUPSI DAN CIDERA BERFKKIR ANAK BANGSA

RADAR BLAMBANGAN.COM, | Melihat kondisi bangsa, dengan maraknya kasus-kasus korupsi dan degradasinya moralitas etika penyelenggaraa negara, pemuda mulai merasa gelisah dalam membangun harapan masa depannya. Tag line “Indonesia gelap maupun kabur aja dulu” merupakan cerminan dari gema suara netizen, akan proyeksi kondisi bangsa saat ini.

Korupsi yang semakin “tidak bernalar”, perampokan sumber daya alam, ketersumbatan nalar birokrasi, seakan tidak dapat mengejar literasi para kaum muda, yang memiliki kecepatan informasi dan disrubsi jurnal pengetahuan, era IT saat ini. Memang pemerintah selalu “gagap”, menghadapi perubahan zaman, yang akselerasi jauh berbeda dengan pemuda saat ini. Seakan Nasionalisme, mulai hapus dari narasi dan literatur pemuda, karena negara seakan tidak berpihak pada kaum muda.

Nasionalisme seakan milik pemida lampau, generasi 80, 90’an, tampil memakai seragam karnaval saja, seolah kebanggaan diantara kolega dan teman sejawat, karena orinalitas dan memang kompeten. Pragmatisme bergeser pada capaian kaum muda “prestasi adalah generate money” bukan lagi nama kampung, daerah atau negara, bila tidak mampu memghadirkan itu. Sama halnya, timnas yang amggotanya semua pemain yang “dihire/bon-bonan”, kebanggaan yang semu dan merubah cara pandang nasionalisme.

Di sisi lain, pemuda mempertanyakan segala sumner daya alam bangsa untuk dan milik siapa??, sementara gunung emas, ternyata milik keluarga semata, bukan dibagikan perkapita, untuk rasa pasti bahwa kemakmuran sesuai dengan Undang Undang Bangsa Negara. Literasi yang demikian sekan membingungkan Jurnal-Jurnal ilmiah yang mereka susun.

Amanah rakyat, seakan simbol dagangan, setelah dapat membujuk dan merayu suara, giliran “manilpulatif” anggaran menjadi untung dan rugi, dalam modal pencalonan. Urusan rakyat, telah selesai saat serangan fajar, sekarang giliran saya untuk kembalikan modal. Kondisi bangasa semakin terpuruk, jikq politik kotor, bwrcampur dan mencengkeram penegak hukum. Pemuda seakan merefleksikan bahwa hukum bukan lagi kepastian, saat dia mendapatkan teori di bangku kuliah, hukum adalah kekuataan modal dan campur aduk politisasi yang derajatnya tidak lebih fedalism dan memukul mereka yang lemah. Hukum kehilangan marwah dalam supremasinya. Hukum menjadi industri dan manupulatif kebenaran, hukum pada mereka yang “kuat” siapa yang sedang berkuasa.

Hari sumpah pemuda, disaat kegalauan mereka membangun harapan masa depan. Etika dan moralitas menjadi sebuah buih, bisa hilang dan ada, namun kehilangan rasa pada etika publik yang dirasa hilang. Pemuda yang selalu membangun optimisme, namun entah kapan entri point itu datang, seiring rezim-rezim kekuasaan yang silih berganti, berharap mimpi itu datang.***

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *